Valentine’s day, merupakan sesuatu yang sudah tidak asing lagi bagi kalangan remaja di tanah air. Ditambah lagi dengan pengaruh dari berbagai media dan lingkungan yang juga ikut serta menyebarluaskan tentang kegiatan pada hari tersebut. Sehingga banyak dari beberapa remaja yang pada awalnya tidak tahu menjadi tahu dan ikut serta dalam perayaan tersebut. Fenomena seperti ini sudah sering kali kita saksikan, bahkan anak remaja yang masih SMP pun kadang sudah mengetehui dan ikut dalam perayaan hari tersebut.
Dapat dilihat dari fenomena yang sering terjadi, bahwa rata-rata remaja pada umumnya hanya ingin mengikuti trend yang ada. Padahal mereka sendiri tidak tahu apa maksud dari perayaan itu dan mengapa diadakannya perayaan tersebut. Oleh karena itu penting bagi kita umat muslim untuk tahu lebih dalam apa itu “valentine’s day” dan bagaimana asal usul dari perayaan tersebut, sehingga kita dapat menjadi muslimah yang cerdas yang tidak hanya mengikuti trend yang ada tanpa tau bagaimana asal usul dari perayaan tersebut, bagaimana hukumnya di dalam Islam dan bagaimana seharusnya sikap kita remaja Islam dalam menyikapi perayaan “valentines’day”.
Sejarah Valentine’s Day
Ribuan literatur yang menyebutkan sejarah hari Valentine masih berbeda pendapat. Ada banyak versi tentang asal-usul perayaan Valentine ini. Yang paling popular adalah kisah Valentinus (St. Valentine) yang diyakini hidup pada masa Claudius II yang kemudian menemui ajal pada 14 Februari 269 M. Namun kisah ini ada beberapa versi lagi, yang jelas dan tidak memiliki silang pendapat adalah kalau kita menilik lebih jauh lagi ke dalam tradisi paganism (dewa-dewi) Romawi Kuno. Pada waktu itu ada sebuah perayaan yang disebut Lupercalia.Di dalamnya terdapat rangkaian upacara penyucian di masa Romawi Kuno (13-18 Februari). Dua hari pertama dipersembahkan untuk Dewi Cinta, Juno Februata. Pada hari ini, para pemuda mengundi nama-nama gadis dalam kotak. Lalu setiap pemuda mengambil secara acak dan gadis yang namanya keluar harus menjadi pasangannya selama setahun untuk bersenang-senang dan menjadi objek hiburan.
Pada 15 Februari, mereka meminta perlindungan Dewa Lupercalia terhadap gangguan srigala. Selama upacara ini, kaum muda memecut orang dengan kulit binatang dan wanita berebut untuk dipecut karena menganggap pecutan itu akan membuat mereka menjadi lebih subur. Ketika agama Kristen Katolik masuk Roma, mereka mengadopsi upacara ini dan mewarnainya dengan nuansa Kristiani, antara lain mengganti nama gadis dengan nama-nama Paus atau Pastor. Diantara pendukungnya adalah Kaisar Konstantine dan Paus Gregory I. Kemudian agar lebih mendekatkan lagi pada ajaran Kristen, pada 496 M Paus Galasius menjadikan upacara Romawi Kuno ini menjadi hari perayaan gereja dengan nama Saint Valentine’ Day untuk menghormati St. Valentine yang kebetulan mati pada 14 Februari.
Jati diri St.Valentine sendiri masih diperdebatkan para sejarawan. Saat ini, sekurang-kurangnya ada tiga nama Valentine yang meninggal pada tanggal 14 Februari. Diantaranya ada kisah menceritakan bahwa kaisar Claudius II menganggap tentara muda bujangan lebih tabah dan kuat di dalam medan peperangan daripada yang menikah. Kaisar lalu melarang para pemuda menikah. Tindakan Kaisar itu mendapatkan tantangan dari St.Valentine yang secara diam-diam menikahkan banyak pemuda sehingga ia pun ditangkap dan dihukum gantung pada 14 Februari 269 M.
Berdasarkan pemaparan tentang sejarah ‘Valentine’s Day” di atas, maka dapat kita tarik kesimpulan :
- Valentine’s Day berangkat dari upacara keagamaan ritual Romawi Kuno untuk menyembah dewa mereka yang dilakukan dengan penuh kesyirikan.
- Upacara yang biasa dilaksanakan pada 15 Februari tersebut, pada tahun 496 oleh Paus Galasius I diganti menjadi 14 Februari.
- Agar dunia menerima, hari itu disamarkan dengan nama “hari kasih sayang/Valentine’s Day” yang kini telah tersebar di berbagai negeri, termasuk negeri-negeri Islam.
Hukum Islam tentang Perayaan “Valentine’s Day”
Dalam Islam memang disyari’atkan berkasih sayang kepada sesama muslim, namun semuanya berada dalam batas-batas dan ketentuan Allah Ta’ala. Betapa banyak kita dapatkan para remaja dan pemuda pemudi dari kalangan kaum muslimin yang masih belum faham tentang permasalahan ini. Beberapa hukum Islam tentang perayaan ‘Valentine’s Day” dapat dilihat dari beberapa segi berikut :
- Hari raya dalam Islam adalah ibadah untuk mendekatkan diri kepada AllahTa’ala. Hari raya merupakan salah satu syi’ar agama yang agung. Sedangkan dalam Islam, tidak ada hari raya kecuali Idul Fithri, Idul Adhha dan hari Jum’at. Perkara ibadah harus ada dalilnya. Tidak bisa seseorang membuat hari raya sendiri, yang tidak disyariatkan oleh Allah Ta’ala dan Rasul-Nya.
- Tasyabbuh dengan Orang-orang Kafir, Perayaan seperti, Valentine’s Day merupakan ciri khas, dan manhaj (metode) orang-orang kafir yang harus dijauhi. Seorang muslim tak boleh menyerupai mereka dalam merayakan hari itu.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Ad-Dimasyqiy-rahimahullah- berkata, “Tak ada bedanya antara mengikuti mereka dalam hari raya, dan mengikuti mereka dalam seluruh manhaj (metode beragama), karena mengikuti mereka dalam seluruh hari raya berarti mengikuti mereka dalam kekufuran. Mengikuti mereka dalam sebagaian hari raya berarti mengikuti mereka dalam sebagian cabang-cabang kekufuran. Bahkan hari raya adalah ciri khas yang paling khusus di antara syari’at-syari’at (agama-agama), dan syi’ar yang paling nampak baginya. Maka mengikuti mereka dalam hari raya berarti mengikuti mereka dalam syari’at kekufuran yang paling khusus, dan syi’ar yang paling nampak. Tak ragu lagi bahwa mengikuti mereka dalam hal ini terkadang berakhir kepada kekufuran secara global”. [LihatAl-Iqtidho’]. Ikut merayakan Valentine Days termasuk bentuk tasyabbuh (penyerupaan) dengan orang-orang kafir. Rasululllah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barang siapa yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk kaum tersebut”. [HR. Abu Daud dalam Sunan-nya (4031)]
Sungguh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dahulu membenci untuk menyamai Ahlul Kitab dalam segala urusan mereka. Perhatikan sikap Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam seperti ini dibandingkan sesuatu yang terjadi pada manusia di hari ini berupa adanya perhatian mereka terhadap perayaan-perayaan, dan adat kebiasaan orang kafir. Kalian akan melihat mereka rela meninggalkan pekerjaan mereka berupa industri, niaga, dan sibuk dengan ilmu di musim-musim perayaan itu, dan menjadikannya hari bahagia, dan hari libur; mereka bermurah hati kepada keluarganya, memakai pakaian yang terindah, dan menyemir rambut anak-anak mereka di hari itu dengan warna putih sebagaimana yang dilakukan oleh Ahlul Kitab dari kalangan Yahudi, dan Nashrani. Perbuatan ini dan yang semisalnya merupakan bukti kebenaran sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sebuah hadits shohih, “Kalian akan benar-benar mengikuti jalan hidup orang-orang sebelum kalian, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta sehingga andai mereka memasuki lubang biawak, maka kalian pun mengikuti mereka”. Kami (para sahabat) bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah mereka adalah orang-orang Yahudi, dan Nashrani”. Beliau menjawab, “Siapa lagi kalau bukan mereka”. [HR. Al-Bukhoriy (3456) dari Abu Sa’id Al-Khudriy radhiyallahu ‘anhu]”.[Lihat Al-Ibda’ fi Madhorril Ibtida’]
- Tujuan perayaan Valentine’s Day pada masa ini adalah menyebarkan kasih sayang di antara manusia seluruhnya, tanpa membedakan antara orang yang beriman dengan orang kafir. Hal ini menyelisihi agama Islam. Hak orang kafir yang harus ditunaikan kaum muslimin adalah bersikap adil dan tidak mendzaliminya. Dia juga berhak mendapatkan sikap baik bila masih punya hubungan silaturahim dengan syarat: tidak memerangi atau membantu memerangi kaum muslimin. Allah Ta’ala. berfirman (yang artinya):
“Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (QS. Al-Mumtahanah: 8)
Sikap yang seharusnya ditempuh seorang muslim
- Tidak ikut merayakannya, menyertai orang yang merayakannya, atau menghadirinya
- Tidak membantu/ mendukung orang kafir dalam perayaan mereka, dengan memberikan hadiah, menyediakan peralatan untuk perayaan itu atau syi’ar-syi’arnya, atau meminjaminya.
- Tidak membantu kaum muslimin yang ikut-ikutan merayakannya. Bahkan ia wajib mengingkari mereka, karena kaum muslimin yang merayakan hari raya orang kafir adalah perbuatan mungkar yang harus diingkari.
Dari sini, kaum muslimin tidak boleh pula menjual bingkisan (pernak-pernik) bertemakan Hari Kasih Sayang, baik pakaian tertentu, mawar merah, kartu ucapan selamat, atau yang lainnya.Karena memperjualbelikannya termasuk membantu kemungkaran.Sebagaimana juga tidak boleh bagi orang yang diberi hadiah hari kasih saying untuk menerimanya, karena menerimanya mengandung makna persetujuan terhadap perayaan ini.
- Tidak memberikan ucapan selamat hari kasih saying, karena hari it bukanlah hari raya kaum muslimin. Dan bila seorang muslim diberi ucapan selamat hari kasih saying, maka dia tidak boleh membalasnya.
- Menjelaskan hakikat perayaan ini dan hari-hari raya orang kafir yang semisalnya, kepada kaum muslimin yang tertipu dengannya.
Referensi :
http://almakassari.com
http://salafiyunpad.wordpress.com
http://asysyariah.com/
***
Penulis: Atika Dwi F
Artikel Buletin Zuhairoh