Bismillāh, wash-shalātu was-salāmu ‘alā Rasūlillāh. Ammā ba’du,
Saudariku, tetangga merupakan orang yang sangat dekat dalam keseharian kita. Tetangga merupakan orang yang pertama kali kita temui jika kita keluar rumah. Tetangga pula yang kita datangi rumahnya saat kita membutuhkan bantuan. Sungguh tetangga sangatlah penting artinya dalam kehidupan kita hingga Allah memerintahkan untuk senantiasa berbuat baik kepada tetangga. Bagaimana adab mulia dan hak-hak yang seharusnya ditunaikan kepada tetangga? Mari kita simak catatan singkat berikut.
Batasan Tetangga
Siapakah yang tergolong tetangga? Apa batasannya? Karena besarnya hak tetangga bagi seorang muslim dan adanya hukum-hukum yang terkait dengannya, para ulama pun membahas mengenai batasan tetangga. Para ulama berbeda pendapat dalam banyak pendapat mengenai hal ini. Sebagian mereka mengatakan tetangga adalah ‘orang-orang yang shalat subuh bersamamu’, sebagian lagi mengatakan ‘empat puluh rumah dari setiap sisi rumahmu’, sebagian lagi mengatakan ‘empat puluh rumah di sekitarmu, sepuluh rumah dari tiap sisi rumahmu’, dan beberapa pendapat lainnya (lihat Fathul Bāri, 10/367).
Pendapat yang paling kuat –wallāhu a’lam– tetangga adalah setiap orang yang menurut adat kebiasaan setempat dianggap sebagai tetangga kita. Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani berkata, “Semua riwayat dari Nabi shallallāhu ’alayhi wa sallam yang berbicara mengenai batasan tetangga adalah lemah, tidak ada yang shahih; maka zhahirnya, pembatasan yang benar adalah sesuai ‘urf (kebiasaan masyarakat setempat-ed),” (Silsilah Al-Ahādits Adh-Dha’ifah, 1/446).
Kedudukan Tetangga dalam Islam
Saudariku, sesungguhnya tetangga memiliki kedudukan yang agung dalam Islam. Allah Ta’ālā memerintahkan kita untuk senantiasa berbuat baik kepada tetangga dan berusaha menunaikan hak-haknya, berdasarkan firman-Nya, “Sembahlah Allah dan janganlah kalian mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Dan berbuat baiklah kepada orang tua, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil, dan hamba sahaya kalian…” (QS. An-Nisā`: 36).
Bahkan berbuat baik kepada tetangga dijadikan sebagai indikator keimanan berdasarkan sabda Rasulullah shallallāhu ’alayhi wa sallam, “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya ia muliakan tetangganya,” (HR. Bukhari & Muslim). Malaikat Jibril pun senantiasa memberi nasehat kepada Rasulullah shallallāhu’alayhi wa sallam, sebagaimana sabda beliau, “Jibril senantiasa menasehatiku tentang tetangga, hingga aku mengira bahwa tetangga itu akan mendapat bagian harta waris,” (HR. Bukhari dan Muslim).
Ketahuilah saudariku, berbuat baik terhadap tetangga adalah bukti keimanan kita kepada Allah dan Rasul-Nya. Oleh karenanya, sudah sepantasnya bagi kita untuk senantiasa berbuat baik, berakhlak mulia serta memenuhi hak-hak dan kebutuhannya.
Hak-Hak dan Adab Terhadap Tetangga
Saudariku, ketahuilah bahwa tetangga memiliki hak-hak khusus di samping haknya sebagai seorang muslim. Seorang tetangga muslim berhak mendapatkan hak sebagai muslim dan hak sebagai tetangga. Di antara hak-hak dan adab mulia terhadap tetangga adalah:
- Haramnya menyakiti tetangga
Seorang muslim dan muslimah diharamkan untuk menyakiti tetangga berdasarkan sabda Nabi shallallāhu’alayhi wa sallam dari Abu Hurairah radhiyallāhu ‘anhu, “Tidak akan masuk surga orang yag tetangganya tidak merasa aman dari kejahatannya,” (HR. Bukhari dan Muslim). Rasulullah shallallāhu’alayhi wa sallam juga menafikan kesempurnaan iman dari orang yang lisannya kerap menyakiti tetangga. Beliau shallallāhu’alayhi wa sallam bersabda, “Demi Allah, tidak beriman, tidak beriman, tidak beriman.” Kemudian ada yang bertanya, “Siapa itu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Orang yang tetangganya tidak aman dari bawā’iq-nya (kejahatannya),” (HR. Bukhari dan Muslim).
Saudariku, janganlah kita menyakiti atau mengganggu tetangga kita seperti membuat kegaduhan yang mengganggu mereka, mengotori halaman rumah mereka, atau bahkan meng-ghibah-i mereka. Dikarenakan mengganggu tetangga menyebabkan pelakunya diancam dengan neraka. Dari Abu Hurairah radhiyallāhu ‘anhu, ia berkata, “Seorang laki-laki bertanya ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya si Fulanah sering shalat, puasa, dan sedekah, namun ia suka menyakiti tetangganya dengan lisannya.’ Maka Rasulullah berkata, ‘Dia di neraka,” (HR. Al-Hakim dalam Al-Mustadrak 7385, dinilai shahih oleh Al-Albani dalam Shahīh Adabil Mufrad 88).
Wahai saudariku, tidak takutkah kita terhadap ancaman ini. Mari, kita segera memuliakan tetanggamu sebelum ajal menjemput.
- Memuliakan tetangga dan berbuat baik kepadanya
Hendaknya kita senantiasa berbuat baik kepada tetangga seperti membantunya ketika ia sedang tertimpa kesulitan semampu kita dan senantiasa saling memberi, sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabi shallallāhu’alayhi wa sallam, “Apabila engkau memasak sayur berdaging, maka perbanyaklah kuahnya, kemudian perhatikanlah anggota keluarga tetanggamu, lalu berilah mereka dengan cara yang baik,” (HR. Muslim).
Terlebih lagi jika tetangga sangat membutuhkan bantuan, seorang muslim dan muslimah hendaknya mengulurkan tangannya terutama ketika dalam keadaan rezeki yang lapang. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah beriman kepadaku seorang yang kenyang sedangkan tetangga di sampingnya menderita kelaparan, sementara dia mengetahui,” (HR. Ath-Thabrani dan Al-Bazzar).
Selain itu, bentuk-bentuk adab mulia lainnya seperti memberi salam dan berwajah ceria ketika berjumpa, menanyakan kabarnya, menjenguknya ketika sakit, ber-ta’ziyah (mengucapkan bela sungkawa dan menghibur) ketika ada keluarganya yang meninggal dunia, dan kebaikan-kebaikan lainnya.
- Tidak meremehkan pemberian dari tetangga kita
Wahai saudariku, janganlah kita meremehkan pemberian dari tetangga kita meskipun itu hanya sedikit karena saling memberi di antara tetangga dapat menumbuhkan rasa persaudaraan dan kerukunan dalam kehidupan bertetangga. Rasulullah shallallāhu’alayhi wa sallam bersabda, “Wahai wanita muslimah janganlah seorang tetangga wanita meremehkan pemberian tetangga wanita lainnya walaupun hadiah tersebut hanya sekedar kuku kambing,” (HR. Bukhari dan Muslim).
- Menjaga kehormatan dan harta tetangganya
Sungguh perilaku maksiat terhadap tetangga mempunyai dosa yang berlipat ganda di sisi Allah Ta’ālā. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallāhu’alayhi wa sallam, “Seorang yang berzina dengan sepuluh orang wanita lebih ringan dosanya daripada ia berzina dengan istri tetangganya.” Juga sabda beliau shallallāhu’alayhi wa sallam, “Seseorang yang mencuri di sepuluh rumah, lebih ringan dosanya dari pada mencuri di rumah tetangganya,” (HR. Imam Ahmad dan Bukhari).
- Tetangga yang paling dekat dan hak-haknya
Tetangga yang rumahnya berdekatan dengan kita memiliki hak yang lebih besar dibandingkan tetangga yang jauh letak rumahnya, berdasarkan hadist dari ‘Aisyah radhiyallāhu ‘anha, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya kau memiliki dua tetangga, kepada tetangga mana aku harus memberikan hadiah?” Beliau menjawab, “Kepada yang paling dekat pintu rumahnya,” (HR. Bukhari).
Ibnu Hajar berkata, “Di antara hikmahnya adalah tetangga yang paling dekat mempunyai kemampuan untuk lebih cepat menolong keperluan tetangganya dibandingkan dengan tetangga yang jauh,” (Fathul Bāri’). Selain itu, tetangga dekat memiliki hubungan dan muamalah yang lebih kental. Akan tetapi, bukan berarti seorang muslimah memalingkan pandangannya dari tetangga yang jauh karena semua rumah yang berada di sekitar tempat tinggalnya adalah tetangganya dan memiliki hak sebagai tetangga.
Bersabar Jika Mendapat Perlakuan Menyakitkan dari Tetangga
Saudariku… hendaknya kita selalu bersabar tatkala kita mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan dari tetangga kita. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah shallallāhu’alayhi wa sallam, “Ada tiga golongan yang dicintai Allah…(di antaranya) seorang laki-laki yang memiliki tetangga dan tetangga itu selalu menyakitinya, lalu ia bersabar atas perilaku itu sampai kematian atau perpisahan memisahkan keduanya,” (HR. Ahmad, shahih).
Sesungguhnya bersabar jauh lebih baik daripada membencinya, karena Allah Ta’ālā akan membalas kesabaran itu dengan pahala yang berlipat ganda, serta untuk mencegah penyakit hati seperti dendam dan dengki terhadap tetangga kita yang dapat merusak kerukunan dan persaudaraan dengan tetangga. Hendaknya kita sampaikan keluhan kita kepadanya dengan cara yang baik dan santun serta kita doakan kebaikan untuk tetangga kita agar ia diberi taufik sehingga tidak lagi menyakiti kita.
Jika Bertetangga dengan Non-Muslim
Anjuran berbuat baik kepada tetangga berlaku secara umum kepada setiap orang yang disebut tetangga, bagaimana pun keadaannya. Al-‘Aini menuturkan, “Kata al-jār (tetangga) di sini mencakup muslim, kafir, ahli ibadah, orang fasiq, orang jujur, orang jahat, orang pendatang, orang asli pribumi, orang yang memberi manfaaat, orang yang suka mengganggu, karib kerabat, ajnabi, baik yang dekat rumahnya atau agak jauh,” (Umdatul Qāri`, 22/108).
Berdasarkan hal itu, kita akan membagi macam tetangga menjadi tiga macam:
- Tetangga muslim yang memiliki hubungan kerabat. Ia memiliki tiga hak yaitu hak tetangga, hak kekerabatan, dan hak sesama muslim.
- Tetangga muslim yang tidak memiliki hubungan kekerabatan. Ia mempunyai dua hak: hak tetangga dan hak sesama muslim.
- Tetangga non-muslim. Ia hanya memiliki satu hak yaitu hak tetangga saja.
Oleh karena itu, wahai saudariku, berbuat baik kepada tetangga ada tingkatannya. Semakin besar haknya, semakin besar tuntutan agama terhadap kita untuk berbuat baik kepadanya. Walaupun tetangga kita nonmuslim ia tetap memiliki hak tetangga, maka kita juga dituntut untuk berbuat baik kepada tetangga nonmuslim sebatas memenuhi haknya sebagai tetangga tanpa menunjukkan loyalitas kepada agama yang ia anut.
Penutup
Saudariku… sungguh betapa besarnya perhatian Islam mengenai masalah muamalah (pergaulan) dengan tetangga. Oleh sebab itu, mari kita berlomba wahai saudariku untuk menjadi tetangga yang baik agar kita mendapatkan kebaikan di dunia dan akhirat. Semoga Allah Ta’ālā selalu memberikan taufiq kepada kita untuk menjadi tetangga yang baik dan memberikan kepada kita tetangga yang baik. Wallāhu a’lam bish- shawāb.
[Mouza Zilvira]
Referensi
- Syaikh ‘Ali bin Hasan bin ‘Ali Abdilhamid Al-Alabi Al-Atsari. 2005. Menjadi Tetangga Idaman (terj.). Pustaka Ibnu Katsir.
- Fuad bin Abdul ‘Aziz Asy-Syalhub.2008. Ringkasan Kitab Adab (terj.). Darul Falah.
- Yulian Purnama. 2012. http://muslim.or.id/akhlaq-dan-nasehat/akhlak-islami-dalam-bertetangga.html. Akhlak Islami dalam Bertetangga.
- Ismianti Ummu Maryam. 2012. http://muslimah.or.id/adab-doa/bergaul-dengan-tetangga.html. Bergaul dengan Tetangga.
- Ummu Shofia Mutia Nova. 2010. http://muslimah.or.id/akhlak-dan-nasehat/menuai-pahala-dalam-hidup-bertetangga.html. Menuai Pahala dalam Hidup Bertetangga.