Allah Ta’ala berfirman, ”Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat nasuhaa (taubat yang semurni-murninya)…” (QS. At-Tahrim : 8)
Saudariku,, pasti diantara kita pernah melakukan dosa, bermaksiatan, meninggalkan perintah dan melanggar larangan serta perbuatan-perbuatan yang tidak dicintai Allah dan semakin menjauhkan diri kita dari rahmat-Nya.
Tak terfikirkah di benak kita bahwa berkubang dalamlumpur dosa kemaksiatan yang sering kita perbuat bisa membuat hati semakin hampa dari rahmat Allah, jarak yang semakin jauh dariNya, membuat kegalauan hati yang tak terelakkan ?
Hingga kita gelisah hendak berbuat apa setelah dosa-dosa sudah menghitamkan hati-hati yang dulunya merindu menjadi hamba yang shalih,suci dari dosa dan maksiat.
Dan Islam telah memberi jalan keluar untuk mengangkat diri kita yang telah terjerumus dalam lumpur maksiat dengan bertaubat pada Allah Ta’ala.
Hakikat Taubat
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata, “ Taubat adalah kembali dari maksiat kepada Allah Ta’ala menuju ketaatan padaNya. Yang paling tinggi dan wajib dikerjakan adalah taubat dari kekafiran menuju keimanan.
Allah Ta’ala berfirman, “Katakanlah kepada orang-orang yang kafir itu: “Jika mereka berhenti (dari kekafirannya), niscaya Allah akan mengampuni mereka tentang dosa-dosa mereka yang sudah lalu; dan jika mereka kembali lagi sesungguhnya akan berlaku (kepada mereka) sunnah (Allah terhadap) orang-orang dahulu”.(QS.Al-Anfal: 38)
Setelah itu taubat dari dosa-dosa besar dan setelahnya taubat dari dosa-dosa kecil.
Maka wajib bagi setiap insan utk bertaubat kepada Allah Ta’ala dari segala dosa.” (Syarah Riyadhus shalihin karya Imam Nawawi)
Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata, “Taubat adalah berlepas diri dari segala bentuk yang dibenci Allah baik secara lahir maupun batin menuju kepada apa yang dicintai Allah secara lahir maupun batin yang terangkum dalam Islam,iman dan ihsan.”
Maka, sesorang belum dikatakan bertaubat ketika hanya meninggalkan apa yang dibenci Allah tanpa kembali kepada Allah,yaitubertekad untuk tidak mengulangi dosa yang dilakukan dengan menjauhi larangan-laranganNya dan melaksanakan perintahNya.
Syarat-syarat Taubat
Dalam bertaubat harus memenuhi syarat yang menandai kejujuran seorang hamba dalam bertaubat,diantaranya :
1.Ikhlas kepada Allah
Allah Ta’ala tidak menerima amal seorang hamba kecuali dilakukan dengan ikhlas hanya mencari ridha-Nya,mengharap wajah-Nya, sesuai dengan perintah-Nya dan mengikuti sunnah Rasul-Nya. Dalam hal ini, sahabat Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu berdo’a : “Ya Allah, jadikanlah semua amalku menjadi amal yang shalih,dan jadikanlah ia ikhlas kepada-Mu. Jangan biarkan padanya sedikitpun untuk orang lain ”
Ikhlas dalam bertaubat yaitu bertaubat dengan mengharap wajahNya dan mencari ridhaNya,berharap menerima taubatnya dan mengampuni dosanya, bukan untuk mencari sanjungan manusia.
Orang yang ikhlas dalam taubatnya adalah bersungguh-sungguh untuk meraih pahala-Nya dan takut terhadap siksa-Nya bukan karena malu kepada makhluk atau mengharapkan nikmat duniawi yang fana.
- Menyesali perbuatan dosanya
Orang yang menyesali dosa yang diperbuat menunjukan bahwa dirinya telah jujur dalam taubatnya. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Penyesalan adalah taubat” (HR.Ahmad).
Yaitu memperbaiki apa yang telah lalu, berusaha berbuat baik pada masa yang akan datang dan senantiasa melakukan ketaatan dan meninggalkan maksiat hingga ajal tiba.
- Meninggalkan maksiat
Jiwa yang telah terbuai pada lezatnya maksiat sangat sulit melakukan kebaikan dengan ikhlas. Maka,seorang hamba yang bertaubat harus memerangi dorongan hawa nafsunya dan mencabut seluruh akar keburukan dari hatinya sehingga ia dapat melakukan amal-amal kebaikan yang diterima oleh Allah Ta’ala.
Jika maksiat berupa perbuatan haram, maka harus segera ditinggalkan. Dan jika perkara wajib yang ditinggalkan maka segera dikerjakan. Dan jika berhubungan dengan makhluk maka dengan cara
dikembalikan kepada pemiliknya atau meminta untuk dihalalkan.
- Bertekad untuk tidak mengulangi perbuatan dosanya.
Seorang hamba yang bertaubat hendaknya berjanji pada dirinya untuk tidak mengulanginya di kemudian hari, berniat untuk memperbaiki apa yang telah lalu dan berusaha berbuat baik di masa yang akan datang, serta senantiasa melakukan ketaatan dan meninggalkan maksiat hingga ajal tiba. Tekad kuat dari seorang yang bertaubat adalah dengan membuang jauh-jauh dosa yang telah lama diperbuat dan ia gantikan dengan ketaatan pada Allah Ta’ala dan berusaha untuk tetap istiqomah di atas kebaikan.
- Tidak terus menerus melakukan dosa maksiat
Taubat yang tidak disertai dengan sikap meninggalkan dosa adalah taubatnya para pendusta. Hatinya tak mau beranjak dari syahwat dan nafsu yang telah membelenggunya. Allah telah mensyaratkan pada setiap hamba yang berdosa agar mendapat ampunan dari-Nya dan masuk jannah-Nya dengan tidak terus menerus bermaksiat dan mendzalimi diri sendiri. Sebagaimana dalam firman-Nya, “Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.” (QS.Ali-‘Imran :135)
- Taubat yang dibuktikan oleh hati, lisan dan perbuatan
Taubat harus dibuktikan dengan amalan hati,lisan dan perbuatan yaitu dengan beramal shalih. Karena amal shalih adalah bukti nyata dari seorang hamba dan menjadi pendorong untuk meninggalkan maksiat. Seseorang yang bertaubat harus mengganti waktu-waktu yang disia-siakan untuk maksiat dengan ketaatan pada Allah Ta’ala ,agar dosanya bisa terhapuskan.
- Senantiasa bertaubat dan tidak melakukan hal yang membatalkan taubatnya
Merupakan syarat kesempurnaan dan keberkahan taubat adalah dengan senantiasa bertaubat dari segala dosa. Jika sebaik-baik ibadah adalah yang kontinyu (terus menerus) walaupun sedikit sementara taubat termasuk ibadah yang paling utama, maka taubat yang paling utama adalah taubat yang dilakukan terus menerus.
- Taubat dilakukan sebelum ajal tiba
Imran bin Hushain berkata,”Ketika matahari terbit dari barat, iman dan taubat tidak diterima. Karena pada saat itu terjadi goncangan dahsyat sehingga banyak umat manusia binasa. Siapa yang masuk Islam atau bertaubat pada waktu itu maka tidak diterima taubatnya. Tetapi jika bertaubat sebelumnya maka diterima.”
Dari Abdullah bin Amr,Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,” Sesungguhnya Allah akan menerima taubat seorang hamba sebelum nafasnya berada di tenggorokannya.” (HR.At-Tirmidzi)
Allah Maha Pengampun, jangan berputus asa dari rahmat-Nya !
Allah Ta’ala berfirman, Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS.Az-Zumar : 53)
Allah Ta’ala juga berfirman di dalam ayat yang lain, perintah untuk kita bertaubat pada-Nya ,“Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, supaya kalian beruntung.” (QS.An-Nur : 31)
Simaklah pula hadits-hadits mulia dari Rasul mulia shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut ini yang menunjukkan luasnya ampunan Allah Ta’ala untuk para hamba-Nya,
Dari Abu Musa Abdullah bin Qais Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu, dari Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,”Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla senantiasa membentangkan tangan-Nya di waktu malam untuk menerima taubat pelaku dosa di waktu siang dan membentangkan tangan-Nya di waktu siang untuk menerima taubat pelaku dosa di waktu malam, sampai matahari terbit dari tempat tenggelamnya. “ (HR.Muslim)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “ Setiap kali seorang hamba berbuat dosa, lalu ia berwudhu dengan baik, kemudian bangkit melakukan shalat dua rekaat,setelah itu memohon ampun kepada Allah, pasti Allah akan mengampuni dosa-dosanya.” (HR.Abu Dawud dan At-Tirmidzi, dishahihkan oleh Al-Albani)
Dari Anas radhiyallahu ‘anhu,dia berkata :Saya mendengar Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,Allah Ta’ala berfirman :” Wahai anak Adam,sesungguhnya engkau berdoa kepada-Ku dan memohon kepada-Ku , maka akan aku ampuni engkau,Aku tidak peduli (berapapun banyaknya dan besarnya dosamu). Wahai anak Adam,seandainya dosa-dosamu (sebanyak) awan di langit kemudian engkau minta ampun kepada-ku niscaya akan Aku ampuni engkau. Wahai anak Adam, sesungguhnya jika engkau datang kepada-Ku dengan kesalahan sepenuh bumi kemudian engkau menemuiku dengan tidak menyekutukan-Ku sedikitpun maka akan Aku temui engkau dengan sepenuh itu pula ampunan.” (HR. Tirmidzi,hasan shahih)
Maka,tidak ada kata terlambat untuk bertaubat sebelum datang hari kiamat.
KIAT AGAR TIDAK TERJATUH LAGI DALAM MAKSIAT
- Anggaplah besar dosa-dosamu
Ketika terbetik di dalam hati kita untuk bermaksiat , apakah kita mampu bersembunyi ke tempat dari tidak terlihat oleh Allah ? Tidakkah kita sadar bahwa sesungguhnya malaikat sedang mencatat apa yang kita perbuat ? Tidakkah kita berfikir bahwa sesungguhnya kaki,tangan,bumi akan menjadi saksi atas apa yang kita lakukan ?
Abdullah Bin Mas’ud menggambarkan dengan jelas bagaimana kondisi orang yang beriman menilai maksiat. “ Orang beriman melihat dosa-dosanya seolah-olah dia duduk di bawah gunung,ia takut gunung itu menimpanya. Sementara orang yang fajir (suka berbuat dosa) melihat dosanya seperti lalat yang lewat di atas hidungnya. “. (HR.Bukhari)
- Banyak beristighfar
Hamba yang bermaksiat dianjurkan banyak beristighfar,sebagai pengakuan terhadap perbuatan dosanya dan permohonannya kepada Allah Ta’ala agar Dia menghapuskan dan membersihkan dosa-dosanya. Dianjurkan beristighfar ketika melakukan dosa, setelah melakukan ketaatan (contohnya, beristighfar setelah selesai melaksanakan shalat,berwudhu,dan lainnya),pada saat dzikir pagi dan petang,setelah selesai bermajelis ilmu dan di setiap waktu yang dimiliki.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,” Sungguh benar-benar hatiku sedang gundah dan aku beristighfar kepada Allah seratus kali.” (HR.Muslim)
Jika Nabi saja yang telah terampuni dosa-dosanya yang telah lalu dan yang akan datang beristighfar seratus kali dalam sehari,bagaimana dengan kita yang selalu berbuat kesalahan,dosa dan banyak kekurangan ?
- Mengiringi keburukan dengan kebaikan
Kebaikan dapat menghapuskan keburukan,yaitu mengiringi taubat dengan berbagai macam amal kebaikan.
Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu berkata, “ seorang laki-laki berbuat dosa karena mencium seorang wanita (bukan mahramnya, pen). Lelaki itu datang pada Nabi dan menanyakan tentang kafaratnya, maka Allah menurunkan ayat ini, “ Dan dirikanlah shalat pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bagian permulaan malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk,” (QS.Hud: 114).dia bertanya,”Wahai Rasulullah,apakah ini untukku saja?”, Beliau bersabda, “Bahkan demikian itu untuk setiap yang berbuat seperti itu dari umatku.” (HR.Bukhari-Muslim )
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Bertakwalah kepada Allah dimana saja engkau berada, dan iringilah suatu perbuatan dosa dengan kebaikan, pasti akan menghapuskannya, dan bergaullah (dengan sesama manusia yang berakhlak baik)” (HR. Ahmad)
- Menjauhi lingkungan maksiat dan mendekati orang-orang yang shalih
Terkadang syaitan menghembuskan pada hati-hati hamba yang bermaksiat, “Bagaimana mungkin aku bersahabat dengan orang-orang shalih dan bergaul dengan mereka sementara aku kotor dan bergelimang dengan maksiat ? aku merasa bahwa aku munafik ketika bersahabat dengan mereka”. Hal ini menimbulkan perang batin di dalam dirinya.
Saudariku,persahabatan dengan orang-orang yang shalih merupakan amal shalih dan termasuk kebaikan yang berpahala besar. Bukankah orang yang mencintai saudaranya karena Allah Ta’ala termasuk tujuh golongan yang diberi perlindungan oleh Allah pada hari yang tiada naungan selain naungan-Nya? Sebagaimana yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sabdakan, ”Ada tujuh golongan yang akan dinaungi oleh Allah dibawah naungan-Nya pada hari dimana tidak ada naungan kecuali naungan Allah, yaitu,…..dua orang yang saling mencintai karena Allah,berkumpul dan berpisah karena Allah….”(HR.Bukhari)
Saudariku, mencintai teman atau sahabat kita yang shalih akan menggugah dan mendorong hati kita untuk menyerupai perilaku dan amal perbuatan mereka. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,”Seseorang itu bersama dengan orang yang dicintainya” (HR.Bukhari)
Maka, Sahabat itu memberi pengaruh dan mewarnai perilaku temannya , seperti kata Imam Syafi’I rahimahullah dalam syairnya:
Saya mencintai orang-orang shalih walaupun aku tidak seperti mereka
Semoga dengan mencintai mereka aku mendapatkan syafaat-Nya
Aku membenci seseorang karena kemaksiatannya
Meskipun kami dalam hal perbekalan hampir sama
(Diwan Imam Syafi’i)
Mari saudariku,selalu muhasabah (instropeksi diri) kita dari dosa-dosa yang telah sering kita lakukan. Jangan pernah menunda untuk bertaubat ! Apakah diantara kita tahu kapan Malaikat Maut akan menjemput? Dan adakah seorang dari kita yang bisa menolaknya ?Siapa pula yang menjamin kita akan mati dalam keadaan bermaksiat lalu nyawa kita dicabut dan belum kita sempat bertaubat dan mati dalam keadaan suul khatimah ?
Semoga kita termasuk golongan orang-orang yang bertaqwa sebagaimana firman Allah Ta’ala “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Rabbmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa” (QS.Ali -Imran :133)
[Fitri Ariyanti]
Referensi:
- Syarh riyadhus shalihin,Abu Zakariyya Muhyiddin Yahya bin Tsarafi An-Nawawi, Daar Al-Atsar, cetakan pertama 2004 M
- “Ya Allah,Ampuni Aku”,Zaenal Abidin bin Syamsudin, Pustaka Imam Abu Hanifah
- Doa & Wirid, Said bin Ali bin Wahf Al-Qahthani,Penerbit: At-Tibyan
- Matan Hadits Arba’in An-Nawawiyyah dan terjemahnya
- Aplikasi Ayat