Bismillāhirrahmānirrahīm
Alhamdulillāh.. segala puji bagi Allah Ta’ālā yang telah memberikan banyak limpahan rahmat dan karunia kepada hamba-hamba-Nya. Dia-lah yang Maha Kaya lagi Maha Pemurah. Sungguh semua nikmat yang telah diberikan adalah free cash alias tanpa bayar. Tak terbayangkan betapa berat seandainya semua nikmat yang telah kita rasakan ini harus ditanggung sendiri. Semua adalah gratis dan tak ternilai dengan apapun. Sungguh, tak seorangpun mampu untuk menghitung nikmat tersebut. Sebagaimana dalam firman Allah, “Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nahl: 18).
Saudariku.. semua yang ada pada diri kita ini adalah nikmat dari Allah Ta’ālā. Sudahkan kita menyadari akan hal ini? Kita mempunyai dua mata yang indah sehingga bisa melihat huruf-huruf Al-Qur`an, kita mempunyai dua telinga yang sehat sehingga bisa mendengarkan kajian dan murattal yang menggetarkan hati, kita pun mempunyai lisan yang digunakan untuk mengeja kata demi kata sehingga mampu berkata-kata. Apakah kita sudah mensyukuri semua nikmat ini? Ketahuilah, bahwasannya Allah akan menambah nikmat seorang hamba yang pandai bersyukur. Sebagaimana janji Allah Ta’ālā dalam firman-Nya (yang artinya), “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih,” (QS. Ibrahim: 7).
Kita berlindung kepada Allah dari jeleknya amal perbuatan kita dan semoga kita diberi kemampuan untuk bersyukur atas semua nikmat-Nya. “…Ya Tuhanku berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridhai. Dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang shalih,” (Terjemah QS. An-Naml: 19).
Pengertian Lisan
Lisan merupakan nikmat Allah Ta’ālā yang memiliki perananan sangat penting dalam menopang kehidupan seorang hamba. Dengan lisan seseorang berkomunikasi untuk menyampaikan apa yang ada dalam pikiran dan dengannya pula seseorang mampu mengecap berbagai macam rasa. Karena begitu besarnya peranan lisan, hingga Allah menyebutkan dalam firman-Nya (yang artinya), “Bukankah Kami telah memberikan kepadanya dua buah mata, lidah, dan dua buah bibir, dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan (kebajikan dan kejahatan)?” (QS. Al-Balad: 8—10).
Lisan mampu menggambarkan luhurnya kepribadian serta menunjukkan kecerdasan dan intelektualitas seseorang. Lisan pula mampu membawa seseorang menuju lembah kehinaan. Begitu besarnya pengaruh lisan hingga para ulama salaf menjaganya dan menyuruh orang lain untuk melakukan hal yang sama.
Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallāhu ‘anhu memegang lisannya dengan tangannya dan menjulurkannya, kemudian berkata, “Inilah yang membuat aku binasa,” (Az-Zuhd, Imam Ahmad). Abdullah bin Mas’ud radhiyallāhu ‘anhu berkata, “Demi Allah, yang tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain-Nya, tidak ada di muka bumi sesuatu yang lebih harus dikekang dari lisan ini,” (Al-Fawā’id, Ibnul Qayyim).
Seorang mukmin yang hatinya takut kepada Allah, tidak akan membiarkan lisannya malang melintang tanpa batas. Ia sadar bahwa setiap kata yang terucap dan setiap kalimat yang tersampaikan akan dimintai pertanggung jawaban oleh Allah Ta’ālā kelak di hari kemudian. Dengarkanlah wasiat berharga dari Rasulullah shallallāhu ‘alayhi wa sallam kepada sahabat Uqbah bin Amir, ketika ia bertanya tentang “keselamatan”. Rasulullah bersabda kepadanya, “Jagalah lisanmu, merasa cukuplah dengan rumahmu (jangan banyak keluar rumah) dan menangislah karena dosa-dosamu,” (HR. Tirmidzi dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam “Silsilatu Ash-Shahīhah” No. 890). Dari Abu Hurairah radhiyallāhu‘anhu, Rasulullah shallallāhu ‘alayhi wa sallam juga bersabda, “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah berkata yang baik atau diam,” (HR. Bukhari Muslim).
Ancaman Berkenaan dengan Lisan
Lisan yang tak terjaga akan terjangkiti berbagai penyakit dan terjerumus dalam perkara dosa besar yang membahayakan pemiliknya. Di antara bentuk penyakit tersebut ialah ghibah, namimah, dusta, bohong, dan penyakit lisan lainnya. Rasulullah shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda, “Tidak akan masuk surga seorang nammam (yang sering mengadu domba),” (Diriwayatkan Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dan Tirmidzi dari hadits Abu Hudzaifah bin Al-Yaman radhiyallāhu ‘anhumā). Rasulullah shallallāhu ‘alayhi wa sallam juga mengingatkan tentang bahaya dusta dalam sabdanya, “Jauhilah perbuatan dusta, karena dusta mengantar pada perbuatan dosa, dan dosa akan membawa ke neraka, dan tidaklah seseorang senantiasa berdusta kecuali akan dicatat sebagai sang pendusta di sisi Allah Ta’ala,” (HR. Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad).
Dari Abu Hurairah radhiyallāhu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda, “Kalian akan mendapatkan bahwa seburuk-buruk orang adalah yang mempunyai dua wajah, yakni orang yang datang kepada mereka dengan sebuah wajah dan kepada orang- orang lain dengan wajah lain. Barang siapa mempunyai dua lisan di dunia maka Allah akan menjadikannya dua lisan dari api neraka pada hari kiamat.”
Keutamaan Menjaga Lisan
Barang siapa yang mampu menjaga lisan, Allah Ta’ālā telah menjamin surga untuknya. Sebagaimana Rasulullah shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang mampu menjamin untukku apa yang ada di antara kedua rahangnya (lisan) dan apa yang ada di antara kedua kakinya (kemaluan) aku akan menjamin baginya surga,” (HR. Bukhari).
Oleh karena hal inilah, hendaknya setiap muslim berhati-hati terhadap lisan dan menjaganya dari perbuatan-perbuatan yang diharamkan oleh Allah dalam rangka untuk meraih keridhaan-Nya dan mengharapkan balasan berupa pahala dari-Nya. Semua ini adalah perkara yang mudah bagi orang-orang yang dimudahkan Allah subhanahu wa ta’ālā.
Cara Menjaga Lisan
Setelah mengetahui beberapa ancaman dari bahaya lisan dan keutamaan menjaga lisan, hendaknya kita senantiasa berhati-hati dalam berucap. Adapun cara yang bisa kita lakukan di antaranya adalah:
- Menghindari hal-hal atau perkataan yang tidak bermanfaat,
Dalam sebuah hadits Rasulullah shallallāhu ‘alayhi wa sallam yang diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi dari sahabat Abu Hurairah radhiyallāhu ‘anhu, “Di antara tanda baiknya Islam seseorang adalah ia meninggalkan perkara yang tidak bermanfaat baginya.” Oleh karena itu, termasuk di antara tanda baiknya Islam seseorang adalah ia menjaga lisannya dan meninggalkan perkataan-perkataan yang tidak mendatangkan manfaat bagi dirinya atau bahkan perkataan yang dapat mendatangkan bahaya bagi dirinya.
- Menghindari kata-kata kotor dan bahasa-bahasa jorok yang telah menyebar di kalangan kaum muslimin,
Rasulullah shallallāhu ‘alayhi wa sallam telah mengatakan, “Tidak ada sesuatu yang paling memberatkan timbangan amal seorang hamba di hari kiamat selain akhlak mulia, dan Allah Ta’ālā sangat membenci perkataan kotor lagi jorok,” (HR. Tirmidzi).
- Menghindari berkeluh kesah saat tertimpa musibah karena termasuk perilaku jahiliyah,
Seorang mukmin yakin bahwa semakin Allah Ta’ālā mencintainya maka Ia akan memberikan ujian silih berganti yang dimaksudkan untuk meninggikan derajatnya disisi-Nya. Keyakinan ini membuatnya merasa bahwa tidak pantas baginya berkeluh kesah ketika tertimpa musibah. Hatinya sabar dan lisannyapun melontarkan kata-kata indah penuh dengan pengharapan agar diberikan pahala yang berlipat dari musibah yang menimpanya.
- Menjauhi semua komentar negatif yang dapat menjatuhkan martabat dan harga diri kaum muslimin, apalagi ketika komentar tersebut berbau kedustaan.
Rasulullah shallallāhu ‘alayhi wa sallam telah mengingatkan hal tersebut melalui sabdanya yang diriwayatkan oleh Watsilah bin Al-Asqa’, “Diharamkan bagi seorang muslim mengganggu nyawa, harga diri, dan harta muslim lainnya karena seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya. Ia tidak menzhaliminya dan tidak pula menghianatinya. Ketaqwaan ada di sini sambil menunjuk ke dadanya,” (HR. Ahmad).
Bersyukur atas Nikmat Lisan
Hamba yang bersyukur kepada Allah Ta’ālā ialah hamba yang mampu menggunakan lisannya dengan baik, saling menasehati antara sesama muslim dan memanfaatkannya untuk berdzikir. Allah cinta kepada hamba-hamba-Nya yang senantiasa memuji-Nya. “Dan terhadap nikmat Tuhanmu maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur),” (QS. Adh-Dhuha: 11).
Hanya kepala Allah kita memohon pertolongan dan hanya Dia-lah tempat kita berserah diri.
Referensi:
- Imam Adz-Dzahabi. 2007. Al-Kabair Galaksi Dosa. Jakarta: PT. Darul Falah.
- Abu Al-Qa’qa’ Muhammad bin Shalih Alu Abdillah. 2008. 102 Kiat Agar Semangat Belajar Agama Membara. Surabaya: Pustaka Elba.
- Tim Mimbar Indo. 2012. Ebook Mensyukuri Nikmat Lisan. com.
- http://muslimah.or.id/akhlak-dan-nasehat/mengingat-nikmat-dengan-syukur.html
Penulis: Eny Wiji Astuti
Artikel Buletin Zuhairoh